Penyergapan Penuh Kontroversi Pasukan Khusus KOPASKA di Aceh

Ads 336 x 280
Penyergapan Penuh Kontroversi Pasukan Khusus KOPASKA di Aceh
Penyergapan Penuh Kontroversi Pasukan Khusus KOPASKA di Aceh

Komando Pasukan Katak (Kopaska) terbukti handal di laut. Salah satu keberhasilan Pasukan khusus dari TNI Angkatan Laut ini menggagalkan pembajakan kapal ikan Indonesia yang dilakukan oleh salah satu sayap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di kawasan Perlak, Aceh Timur.

Peristiwa pembajakan itu terjadi tahun 2006. Kelompok GAM ini mereka menyandera nakhoda dan kepala kamar mesin sebuah kapal ikan untuk dijadikan tawanan. Keduanya disekap dalam sebuah tambak milik GAM sampai uang tebusan dibayarkan.

Komandan Kopaska Armabar, Kolonel Laut Irawan menyatakan tindakan kelompok GAM itu termasuk aksi non-konvensional. Maka dari itu, sudah sepantasnya Kopaska sebagai bagian pasukan khusus mengambil peran dalam kejadian ini.

"Ini kejahatan non-konvensional jadi harus ditangani dengan non-konvensional juga dan untuk itu lah Kopaska ada," ujarnya seperti ditulis dalam buku '50 Tahun Emas Kopaska Spesialis Pertempuran Laut Khusus'.

Berbekal visi tersebut, korps yang memiliki semboyan Tan Hana Wighna Tan Sirna ini membentuk tim khusus untuk operasi. Dibetuklah tim penyergap beranggotakan 9 orang yang diberi nama tim Kejar atau tim Wali Songo guna mengejar kemana pun penyandera pergi.

Salah satu anggota tim Kejar bertugas sebagai pihak perusahaan yang mengoperasikan kapal. Tawar-menawar uang tebusan dilakukan lewat telepon yang telah disadap. Saat negosiasi berlangsung nomor yang dipakai penyandera terlacak masih berada di kawasan Perlak. Tim pun meminta penyandera tak mematikan handphone dengan alasan agar mudah dihubungi.

"Yang penting nomor yang kami lacak tidak dalam kondisi mati," terang Irawan.

Semula GAM meminta tebusan sekitar Rp 250 juta sampai Rp 500 juta untuk membebaskan sandera. Setelah lama bernegosiasi akhirnya disepakati perusahaan bakal memberikan tebusan Rp 60 juta dan ditransfer bertahap lewat bank. 

"Awalnya kami mau antar sendiri uangnya, tapi mereka tidak mau, takut ditipu. jadinya kami transfer Rp 20 juta dulu lewat bank di Lhoksumawe," tutur anggota tim Kejar, Koptu Totok.


Setelah sepakat, terdeteksi nomor penyandera telah berpindah ke Lhoksumawe tidak jauh dari bank. Anggota Kopaska pun menyamar menjadi teller dan nasabah bank. Tidak berapa lama, penyandera mengirim anggotanya yang diketahui bernama Syafrizal Sofyan untuk mengambil uang. Teller kemudian mengulur waktu pencairan uang dan ketika menunggu itu, keponakan pimpinan kelompok penyandera ini diringkus.

Setelah ditangkap, Syafrizal Sofyan diminta mengkonfirmasi pamannya Budiansyah alias Jepang jika uang tebusan telah diterima. Alhasil, di hari keempat operasi para sandera dibebaskan.

Namun, Jepang mulai curiga setelah keponakannya yang ditugaskan mengambil uang tak kunjung pulang. Lalu dia laporan kehilangan ke Kepolisan. 

"Dia bilang ada bantuan dari Jakarta untuk membangun jalan. Tapi yang bertugas mengambil uangnya hilang," terang Totok.

Tidak sengaja, tim Kejar bertemu Jepang di kedai kopi dekat Polres Perlak. Tetapi, mereka tidak mau gegabah karena daerah itu adalah kekuasaan GAM. Tim Kejar pun dengan sabar membuntuti kemana pun Jepang pergi. Saat Jepang berhenti di dekat lampu merah di Lhoksumawe, tim Kejar berhasil menangkapnya tanpa perlawanan.

Di samping keberhasilan operasi itu, penyergapan ini juga penuh kontroversi karena operasi di darat bukan tugas Kopaska. Namun, sekali lagi Kolonel Irawan menegaskan jika kejahatan itu merupakan kejahatan laut sehingga penyergapan adalah tugas Kopaska.

"Kami tidak perlu gubris pernyatan itu karena jelas ini kejahatan laut. Walaupun kami bagian dari Angkatan Laut tapi tidak mungkin kami sergap di laut," pungkas dia.

Sumber: merdeka.com
ads 336x280